KEPAILITAN
Penyusun :
Hasrizal (11127100064)
PROGRAM STUDY
ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH
DAN ILMU HUKUM
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kepailiatan
merupakan suatu proses dimana seorang debitor yang mempunyai kesulitan keuangan
untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini
pengadilan niaga,dikarenakan debitor tersebut tidak bias membayar
utangnya.harta debitor kemudian dapat dibagikan kepada para kreditor sesuai
dengan peraturan pemerintah.
Dalam
hal seorang debitor hanya mempunyai seorang kreditordan debitor tidak membayar
utangnya dengan suka rela, maka kreditor akan menggugat debitor secara perdata
ke pengadilan negeri yang berwenang dan seluruh harta debitor menjadi sumber
pelunasan utangnya kepada kreditornya tersebut. Ssebaliknya dalam hal debitor
mempunyai banyak kreditor dan harta kekayaan debitor tidak cukup untuk membayar
lunas demua kreditor, maka para kreditor akan berlomba dengan segala cara untuk
mendapatkan pelunasan tagihannya terlebih dahulu. Kreditor yang dating
belakangan mungkin sudah tidak dapat lagi pembayaran karna harta debitor sudah
habis. Hal ini sangat tidak adil dan merugikan. Menurut Kartini Muljadi, hal
inilah yang menjadi maksud dan tujuan dari undang-undang kepailitan, yaitu
untuk menghindari terjadinya keadaan seperti yang depaparkan diatas.
Dari
sudut sejarah hukum, undang-undang kepailitan pada mulanya bertujuan untuk
melindungi para kreditor dengan memberikan jalan yang jelas dan pasti untuk
menyelesaikan utang yang tidak dapat dibayar, undang-undang kepailitan juga bertujuan
untuk melindungi debitor dengan memberikan cara untuk menyelesaikan utangnya
tanpa membayar penuh, sehingga usahanya dapat bangkit kembali tanpa beban
utang.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian diatas, permasalahan yang akan dikaji adalah sebagai berikut :
1. Apa
itu kepailitan dan mengapa dapat terjadi kepailitan tersebut ?
2. Bagaimana
prinsip dan dasar hukum kepailitan didalam sistem hukum ?
3. Bagaimana
akibat hukum atas kepailitan itu ?
C.
Tujuan
Adapun
tujuan penilisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui
apa itu kepailitan dan mengapa kepailitan itu dapat terjadi
2. Mengetahui
bagaimana prinsip-prinsip dan dasar hukum kepailitan dalam sistem hukum
3. Mengetahui
akibat hukum dari kepailitan tersebut
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Kepailitan
Pailit,
failliet (dalam bahasa belanda) atau
bankrupt (dalam bahasa inggris) pailit pada dalam masa Hindia Belanda tidak
dimasukkan kedalam KUHD dan diatur dalam peraturan sendiri kedalam failisements verordening sejak tahun
1906 yang dahulu diperuntukkan bagi pedagang saja, tetapi kemudian dapat
digunakan untuk golongan mana saja.
Pada
tahun 1998 pemerintah mengeluarkan UU NO. 4 tahun 1998 tentang kepailitan yang
merupakan:[1]
v Perbaikan
terhadap failisements verordening
1906
v Adanya
penambahan pasal yang mengatur tentang penundaan kewajiban pembayaran utang
(PKPU)
v Mengenal
istilah peradilan niaga, diluar pengadilan umum untuk menelesaikan sengketa
bisnis.
Undang-Undang
tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang ini didasarkan pada
beberapa asas antara lain:
1. Asas
keseimbangan
2. Asas
kelangsungan usaha
3. Asas
keadilan
4. Asas
integrasi
Pernyataan
pailit pada hakikatnya bertukuan untuk mendapatkan suatu penyitaan umum atas
kekayaan siberhutang, yaitu segala harta benda siberhutang disita atau
dibukukan unuk kepentingan semua orang yang menghutangkannya.
Dengan
kata lain pailitisemen itu adalah suatu usaha bersama untuk mendapatkan
pembayaran bagi semua orang berpiutang secara adil. Oleh karena itu, apabila
sebelum ada putusan pailit kekayaan siberhutang ssudah disita oleh salah
seseorang berpiutang untuk mendapatkan pelunasan piutangnya, pinyitaan khusus
ini menurut UU menjadi hapus karena dijatuhkanya putusan pernyataan pailit,
sebab mulai saat itu semua harta benda siberhutang berada dibawah suatu
penyitaan umum.
B.
Pengertian
Kepailitan
Pailit
adalah suatu usaha bersama untuk mendapat pembayaran bagi semua kreditor secara
adil dan tertib agar semua kreditor mendapat pembayaran yang sesuai dengan besr
kecilnya piutang masing-masing dengan tidak berebutan. Kepailitan adalah sita
umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya
dilakukan oleh curator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur
dalam UU No. 37 Tahun 2004.[2]
Dalam
pasal 1 Butir 1 UUK disebutkan kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan
debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh curator dibawah
pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.[3]
Pengertian Kurator dalam pasal 1 Butir 5 UUK adalah balai harta peninggalan
atau orang perseorangan yang diangkat oleh pengadilan untuk mengurus dan
membereskan harta debitor pailid dibawah pengawaasan hakim pengawas sesuai
dengan undang-undang ini. Sedangkan pengertian debitur pailit dijelaskan dalam
pasal 1 Butir 4 dan 8 UUK, debitor pailid adalah debitor yang sedah dinyatakan
pailid dengan putusan pengadilan. Hakim pengawas adalah hakim yang ditunjuk
oleh pengadilan dalam putusan pailid atau putusan penundaan kewajiban
pembayaran utang.
C. Prinsip Hukum yang Umum dan Lazim
dalam Hukum Kepailitan di Berbagai Sistem Hukum
Prinsp-prinsip
hukum yang ada dalam hukum kepailitan dalam berbagai macam sistem hukum
kepailitan diberbagai Negara adalah sebagai berikut:
a. Prinsip
paritas kreditorium
b. Prinsip
pari passu prorata parte
c. Prinsip
stucturat prorate
d. Prinsip
hutang dalam arti luas
e. Prinsip
debt collecetion
f. Prinsip
debt pooling
g. Prinsip
debt forgiveness
h. Prinsip
universal
i.
Prinsip territorial
j.
Prinsip comersial exit from financial
distress[4]
D. Dasar Hukum Kepailitan
Hal
ini diatur dalam UU RI No.37 tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan
kewajiban pembayaran utang, lembaga Negara RI tahun 2004 NO. 131 tanggal 18
oktober 2004 (untuk selanjutnya disebut UUK 2004). Sebelum diundangkanya UUK
2004 masalah kepailitan diatur dalam stbl. 1905:217 juncto stbl. 1906:348
tentang failisement verordening (undang-undang tentang kepailitan). Kemudian,
UU ini diperbaharui lewat Perpu NO. 1 tahun 1998 dan kemudian disahkan menjadi
UU melalui UU NO. 4 tahun 1998.[5]
Sebagai
dasar umum (peraturan umum) dari lembaga kepailitan ialah KUHP khususnya pasal
1131 dan 1132.
Pemerintahan
pendudukan Belanda di Jakarta pernah mengeluarkan suatu peraturan darurat
kepailitan dengan nama”noodregeling failisement 1947, S. 1947 NO. 214”, yang
mulai berlaku pada tanggal 19 desember 1947. Peraturan tersebut sifatnya
“darurat”, yaitu untuk menghapuskan putusan-putusan kepailitan yang terjadi
sebelum jatuhnya jepang. Apabila tugasnya yang sementara itu telah selesai,
maka tentunya peraturan itu tidak berlaku lagi.
Begitu
pula dipandang dari UUD RI 1945, bahwa peraturan darurat kepailitan itu tidak
termaksud didalam daftar pengesahan peraturan-peraturan Hindia Belanda yang
dimaksudkan oleh pasal II aturan peralihan UUD 45.[6]
E.
Syarat
Kepailitan
Kepailitan
harus dinyatakan dengan putusan hakim atau pengadilan. Seorang debitur baru
dapat dikatakan dalam keadaan pailit apabila telah dinyatakan oleh hakim atau
pengadilan dengan suatu keputusan hakim. Kewenangan pengadilan untuk
menjatuhkan putusan kepailitan itu telah ditentukan secara tegas didalam pasal
2 ayat 1 Peraturan kepailitan.
Agar
debitor dapat dinyatakan pailit maka seorang debitor harus memenuhi
sayarat-syarat sebagai berikut :
a. Terdapat
keadaan berhenti membayar yakni bila seorang debitur tidak mampu atau tidak mau
membayar utang-utangnya;
b. Harus
terdapat lebih dari seorang kerditor dan salah seorang dari mereka itu,
piutangnya sudah dapat ditagih.
Didalam
beberapa jurisprudensi telah di interpretasikan arti “keadaan berhenti
membayar” secara lebih luas, yakni :[7]
a. Keadaan
berhenti membayar tidak sama dengan keadaan, bahwa kekayaan debitur tidak cukup
untuk membayar utangnya yang sudah dapat ditagih, melainkan bahwa debitur tidak
membayarr utangnya itu (putusan HR, 22 maret 1946 NJ 1946, 233)
b. Debitur
dapat dianggap dalam keadaan berhinti membayar walaupun utang-utangnya itu
belum dapat ditagih pada saat itu (putusan HR, 26 januari 1940 NJ 1940, 515)
Hal
ini dijelaskan dalam pasal 2 : 1 UUK : Debitor yang mempunyai dua atau lebih
kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu
dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan baik atas
permohonan sendiri maupun satu atau lebih kreditornya.[8]
Pihak-pihak
yang dapat mengajukan permohonan kepailitan adalah sebagai berikut :
a. Kreditor
b. Debitor
c. Bank
Indonesia
d. Mentri
Keuangan
e. Badan
Pengawas Pasar Modal dan
f. Jaksa
demi Kepentingan Umum
F.
Prosedur
Permohonan Pailit
Hal
ini diatur dalam pasal 6 UUK yaitu :
1. Permohonan
pernyataan pailit diajukan kepada ketua pengadilan
2. Panitera
mendaftarkan permohonan pernyataan pailit pada tanggal permohonan yang
bersangkutan diajukan, dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang
detandatangani oleh pejabat yang berwenang dengan tanggal yang sama dengan
tanggal pendaftaran
3. Panitera
wajib menolak pendaftaran permohonan pernyataan pailit bagi institusi
sebagaimana demaksud dalam pasal 2 ayat 3-5 jika dilakukan tidak sesuai dengan
ketentuan dalam ayat-ayat tersebut
4. Panitera
menyampaikan permohonan pernyataan pailit kepada ketua pengadilan paling lambat
dua hari setelah tanggal permohonan didaftarkan
5. Dalam
jangka waktu paling lambat 3 hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit
didaftarkan, pengadilan mempelajari permohonan dan menetapkan hari siding
6. Siding
pemeriksaan atas permohonan pernyataan pailit diselenggarakan dalam jangka
waktu paling lambat 20 hari setelah tanggal permohonan didaftarkan
7. Atas
permohonan debitor dan berdadarkan alasan yang cukup, pengadilan dapat menunda
penyelenggaraan sidang sebagaimana dimaksud pada ayat 5 sampai dengan paling
lambat 25 hari setelah tanggal permohonan didaftarkan.
G.
Cara
dan Tata Cara Permohonan Kepailitan[9]
1. Sebagai
awal dari pemeriksaan kepailitan didahului dengan adanya permohonan kepailitan
oleh pihak-pihak yang brwenang (debitur, kreditur maupun kejaksaan). Permohonan
diajukan kepada panitera pengadilan negeri yang berwenang ditempat kediaman
debitur (pasal 2 : 1 PK). UU tidak menentukan bahwa permohonan itu harus
diajukan secara tertulis atau boleh diwakili oleh pengacara. Jadi permohonan
kepailitan itu dapat saja dilakukan secara lisan, dan dapat pula diwakili
(dikuasakan) kepada seorang pengacara.
2. Setelah
pengadilan menerima permohonan kepailitan itu, panitera atau pejabat yang
mewakilinya memanggil para pemohon (kreditur maupun debitur) untuk datang
kedepan siding pengadilan yang khusus memeriksa kepailitan itu. Pada sidang
itulah hakim akan mendengar keterangan para pemohon dalam sidang tertutup
(pasal 4 : 1 PK)
3. Apabila
di dalam pemeriksaan itu terbukti secara sumier bahwa debitur berada dalam
keadaan berhenti membayar, maka hakim akan menjatuhkan keputusan kepailitan
kepada debitur. Vonis kepailitan itu harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk
umum (pasal 4 : 3 PK). Putusan kepailitan bersifat konstitutif, yaitu putusan
yang meniadakan keadaan hukum atau
menimbulkan keadaan hukum yang baru.
4. Di
dalam putusan hakim itu, disamping hal-hhal yang lazim ada disetiap putusan
(missal: identitas penggugat, tergugat, pertimbangan hukum dan dictum), memuat
pula :
a. Pengangkatan
seorang hakim pengadilan negeri sebagai hakim
komisaris
b. Pengangkatan
panitia sementara para kreditur kalau
kepentingan menghendakinya
5. Setelah
keputusan kepailitan dijatuhkan oleh hakim yang memeriksa, maka panitera
pengadilan negeri segera memberitahukan tentang putusan kepada :
a. Balai
Harta Peninggalan (BHP) yang berkedudukan didalam daerah hukum pengadilan
negeri yang memutuskan kepailitan
b. Perum
Pos dan Giro serta perum Telekomunikasi, baik yang ada ditempat hakim yang
memutuskan, maupun yang ada ditempet si pailit
6. Untuk
melindung kepentingan pihak ketiga, maka putusan kepailitan oleh BHP harus
diumumkan pada majalah atau surat kabar resmi yang ditunjuk oleh hakim
komisaris.
H.
Akibat
Hukum Kepailitan [10]
1. Putusan
pailit dapat dijalankan lebih dahulu
Pada
asasnya putusan kepailitan adalah serta merta dan dapat dijalankan terlebih
dahulu meskipun terhadap putusan tersebut masih dilakuan suatu upaya hukum
lebih lanjut.
2. Sitaan
umum
Hakikat
sitaan umum terhadap harta kekayaan debitor adalah bahwa maksud adanya
kepailitan adalah untuk menghentikan aksi terhadap perbuatan harta pailit oleh
para kreditornya serta untuk menghentikan lalulintas transaksi terhadap harta
pailit oleh debitor yang kemungkinan akan merugikan para kreditornya.
3. Kehilangan
wewenang dalam harta kekayaan
Debitor
pailit demi hukum kehilangan haknya untuk mengurus dan melakukan perbuatan
kepemilikan terhadap harta kekayaan yang termasuk dalam kepailitan. Ketentuan
bahwa kepailitan hanya bersangkut paut dengan harta kekayaan debitor saja
adalah untuk melakukan distribusi harta kekayaan dari debitor untuk membayar
utang-utang kepada kreditornya.
4. Perikatan
setelah pailit
Segala
perikatan debitor yang terbit setelah putusan pailit tidak dapat dibayar dari
harta pailit. Jika ketentuan ini dilanggar oleh sipailit, maka perbuatannya
tidak mengikat kekayaan tersebut, kecuali perikatan tersebut mendatangkan
keuntungan terhadap hatra pailit.
5. Pembayaran
piutang debitor pailit
Pembayaran
utang dari sipailit setelah adanya putusan pailit tidak boleh dibayarkan pada
sipailit, jika hal tersebut dilakukan maka tidak membebaskan utang tersebut.
6. Penetapan
putusan pengadilan sebelumnya
Putusan
pernyataan pailit juga berakibat bahwa segala penetapan pelaksanaan pengadilan
terhadap setiap bagian dari kekayaan debitor yang dimulai sebelum kepailitan,
harus dihentikan seketika dan sejak itu tidak ada suatu putusan yang dapat
dilaksanakan termasuk juga dengan menyandera debitor.
7. Hubungan
kerja dengan para pekerja perusahaan pailit
Ketentuan ini tidak
harmonis dengan ketentuan hukum perburuhan yang ada. Ketentuan ini tidak
memiliki konsep PHK yang komprehensif. Bukti dari tidak komprehensif konsep PHK
dalam UUK ini adalah tidak membedakan PHK demi hukum, PHK dari pengusaha dan
PHK dari buruh.
8. Kreditor
separatis dan penangguhan hak
Ketentuan
ini adalah merupakan implementasi lebih lanjut dari prinsip structured prorata, dimana kreditor dari
debitor pailitt diklasifikasikan sesuai dengan kendisi masing-masing. Ratio
logis dari ketentuan ini adalah bahwa maksud diadakannya lembaga hukum jaminan
adalah untuk memberikan preferensi bagi pemegang jaminan dalam pembayaran utang-utang
debitur.
9. Organ-organ
perseroan terbatas
Ketentuan
ini adalah tidak dapat mengingat bahwa kepailitan hanya berakibat hukun
terhadap harta kekayaan saja dan tidak berakubat pada hak-hak subjektif
lainnya.
10. Action
pauliana dalam kepailitan
Dalam sistem hukum
perdata dikenal 3 jenis action pauliana :
a. Action
pauliana (umum) diatur dalam pasal 1341 KUHperdata
b. Action
pauliana (waris) diatur dalam pasal 1061 KUHPerdata
c. Action
pauliana dalam kepailitan diatur dalam padal 41-47 UUK
11. Paksa
badan (Gijzeling)
Lembaga
ini ditunjukkan apabila si debitor pailit tidak kooperatif dalam pembebasan
kepailitan. Gijzeling merupakan suatu upaya hukum yang disediakan untuk
memastikan bahwa debitor pailit atau direksi dan komisaris dalam hal yang
pailit adalah PT, benar-benar membantu tugas curator dalam pengurusan dan
pemberesan harta pailit.
12. Ketentuan
pidana
Pengaturan pidana dalam
KUHP yang berkaitan dengan kepailitan berkaita dengan perbuatan-perbuatan
sebagai berikut :
a. Tidak
mau hadir atau memberikan/tidak memberikan ketetangan yang menyesatkan dalam
proses pemberesan pailit (pasal 226 KUHP)
b. Perbuatan
debitor pailit yang merugikan kreditor ( pasal 396 KUHP)
c. Perbuatan
debitor yang memindah tangankan harta sehingga merugiak para kreditor dan
menyebabkan pailit (pasal 397 KUHP)
d. Perbuatan
diresi atau komisaris perseroan yang menyebabkan kerugian perseroan baik
sebelum maupun setelah pailit (pasal 398 KUHP)
e. Perbuatan
menipu oleh debitor pailit kepada para kreditor (pasal 400 KUHP)
f. Kesepakatan
curang antara debitor pailit dengan kreditor dalam rangka penawaran perdamaian
kepailitan (pasal 401 KUHP)
g. Tindakan
debitor pailit yang merugikan hak-hak kreditor (pasal 402 KUHP)
h. Perbuatan
direksi PT yang bertentangan dengan anggaran dasar (pasal 403 KUHP)
BAB III
PENUTUP
Dalam
pasal 1 butir 1 UUK 2004 dijelaskan bahwa Pailit adalah sita umum atas semua
kekayaan debitor pailit yang pengurusannya dan pemberesannya dilakukan oleh
curator dibawah pengawasan hakim pengawas. Seorang debitur baru dapat dikatakan
dalam keadaan pailit apabila telah dinyatakan oleh hakim atau pengadilan dengan
suatu keputusan hakim.
Apabila
dalam hal debitor menduga tidak dapat membayar utang-utangnya, maka dapat
mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Ini
bertujuan untuk menghindari harta debitor disita. Dan jika PKPU diterima oleh
pengadilan, debitor dapat melanjutkan usahanya.
Dalam
penundaan pembayaran, ada beberapa kemungkinan terhadap utang-utang debitor :
a. Piutang
para kreditor mungkin dapat dibayar seluruhnya
b. Pembayaran
mingkin sebagian
c. Tercapai
perdamaian dibawah tangan
d. Pernyataan
pailit, jika tujuan penundaan pembayaran tidak tercapai.
Penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih sangat jjauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan dari pembaca masukan dan saran yang membangun bagi makalah
ini.
Daftar
Pustaka
Asikin, Zainal, Hukum
Kepailitan dan Penundaan Pembayaran di Indonesia,
PT.
Raja Grafindo Persada, Jakara, 1994.
Hasyim, Farida, Hukum
Dagang, Sinar Grafika, Jakarta, 2009.
Sembiring, Sentosa, Hukum Dagang, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008.
Subekti, Pokok-Pokok
Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 1995
Shubhan, Hadi, Hukum Kepailitan, Kencana, Jakarta,
2008.
[1]
Farida hasim, Hukum Dagang, Jakarta,
Sinar Grafika, 2009, hal. 172
[2]
Ibid, hal 174
[3]
Sentosa Sembiring, Hukum Dagang.
Bandung, Citra Aditya Bakti, 2008, Hal 240-241
[4]
Hadi shubhan, hukum kepailitan, Jakarta:
kencana, 2008 hlm. 353
[5]
Sentosa sembiring, hukum dagang, Bandung:
PT. citra aditya bakti, 2008 hlm 240
[6]
Zainal asikin, hukum kepailitan dan
penundaan pembayaran di Indonesia, Jakarta: PT. raja grapindo persada, 1994
hlm 25-26
[7] Ibid,
hlm. 31
[8]
Op.Cit, Sentosa sembiring, hlm. 241
[9]
Op.Cit, Zainal Asikin, hlm. 36-41
[10]
Op.Cit, Hadi Shubhan. hlm. 162-184
3 komentar:
Kunjungan balik nih gan.. Hehee...
Makasih ni sebelumnya dah berkunjung d blog ane
http://blogingria.blogspot.com
Senang bisa liat blognya pemerhati hukum... Semngat dan kembangkan terus deh ngeblognya... (y)
makasih gan... semoga ini menjadi awal yang baik untuk perkembangan blog ini... :)
Pak / Mas Blog bagus nambah wawasan , saya boleh tanya ya
Kalau ada PT / Atau Developer pailit apakah sertifikat dan tanah rumahnya juga harus diserakan diambil paksa oleh kurator untuk dilelang padahal sudah ada pengikatan jual beli demikan mohon saran thanks
Posting Komentar